RMS melakukan demonstrasi dan demonya sangat kontras jika dibandingkan dengan demo-demo yang ada di Indonesia. Dari artikel di fsf ini kita bisa lihat bagaimana gaya dia dalam memprotes sesuatu dengan cara-cara yang elegan. Cukup dengan membawa kertas putih bertuliskan sesuatu yang dimaksud dan membagi-bagikan selebaran yang sama isinya ke peserta seminar, dia cukup mendapatkan perhatian yang diperlukan untuk menyampaikan maksudnya. Tidak perlu berteriak-teriak, tidak perlu berorasi sampai mulut berbusa, tidak perlu mengerahkan massa (yang kadang kita harus mengeluarkan duit untuk mendapatkannya), cukup berdiri sembil memegangi pamflet dan mendengarkan seminar.Kita belum bahas isi protesnya, kita bahas dulu caranya. Cara yang dia lakukan cukup elegan dan legal. Dari beberapa komentar di internet, cara-cara dia termasuk legal, pasif, noninstrusif tapi cukup efektif. Bisakah cara-cara seperti itu dilakukan di Indonesia? Tentu saja bisa tetapi tingkat kefektifannya akan sangat kecil, mengingat target protes kita yang lebih banyak bebalnya π Tapi menarik juga apabila ada seseorang yang high profile (anggota DPR misalnya) yang memegang pamflet ‘Turunkan gaji anggota DPR’ sambil menyimak jalannya sidang paripurna DPR. Tentu stasiun TV akan selalu menyorotnya π
Apa dan siapa yang menjadi target protes RMS? tentu saja propertiary software dan vendornya, kali ini ATI yang salah satu chief architecture-nya memberikan seminar di MIT. Seperti kita tahu, ATI tidak mengeluarkan dokumentasi yang diperlukan free software developer untuk membuat driver yang mengoptimalkan video card untuk hardware-hardware barunya, apalagi meng-free software-kan graphics driver-nya. Vendor hardware seperti ini yang akan selalu membuat kita pengguna komputer akan terbatasi untuk mengoptimalkan hardware yang kita beli (dalam hal video driver, saingan ATI yaitu NVidia sikapnya sebelas dua belas).
Untuk sekedar referensi, buat yang ingin beli video card yang drivernya support hardware acceleration dan free software bisa dilihat di situsnya X server.